Ku lihat awan mendung nan hitam,
Berarak pantas memenuhi segenap ruangan
langit dunia,
Hujan racun Sang Kuffar membasahi relung
hati manusia tanpa rela,
Lalu tumbuh melata kuntuman jahiliyah di
mana-mana.
Ku lihat sekumpulan manusia,
Datang menerpa tanpa diduga,
Membawa gema cahaya yang menerangi alam
buana,
Pada setiap langkah juang mereka,
Menyala api semangat dan kesedaran tanpa
henti,
Tatkala api ilmu terpadam sendiri,
Mereka nyalakan kembali,
Terukir di bibir zahir mereka,
Kuntuman senyum semanis halwa,
Tegar dan bugar di sepanjang jalan,
Hakikatnya,
Pada bibir jiwa mereka,
Terukir riak mencuka,
Menelan perit pahitnya derita.
Hari ini aku melihat api ilmu masih
menyala,
Setelah sekian lama mereka pergi,
Api itu meliuk lentuk di tengah-tengah
gelita kejahilan umat,
Sesekali kedengaran lirih suara api menyeru
manusia,
Agar lekas bangkit dari mimpi ngeri dan
lena panjang,
Kemas menguliti temasya jiwa mereka.
Hari ini juga aku melihat sekumpulan
manusia,
Mengusung tabah raga keikhlasan,
Menabur debunga dan benih kecintaan,
Membawa angin semilir penuh keberanian,
Meniup kembali api ilmu yang hanya tinggal
bara,
Menangguk mutiara Deen di tengah lautan
manusia,
Tegarnya mereka menyambung rantai juang,
Berterusan menyemai kuntuman kehidupan yang
meronai bunga jiwa.
Aku ingin menjadi sebahagian dari mereka,
Menjadi penerus rantai perjuangan yang
sudah disambung sejak sekian lama,
Mewarisi keperitan kekasih Allah dalam
menyentuh jiwa manusia,
Meronai lukisan dunia yang penuh dengan
pancaroba,
Agar diriku juga terpalit sama,
Dalam meraih redha dan syafaat-Nya.